Bagi sebagian kalangan
polemik keberadaan sakah asli Supersemar mungkin tidak penting, karena
ditemukan ata tidak hal ini tidak akan secara langsung mepengaruhi kehidupan
mereka. Namun bagi kalangan tertentu hal ini sangat penting. Terungkapnya kebenaran
akan Supersemar tentu saja akan mampu meluruskan sejarah bangsa Indonesia yang
telah 45 tahun berjalan pasca peristiwa Pemberontakan G 30 S / PKI. Dan yang
lebih penting adalah kebenaran hakiki tentang Supersemar; sekedar instruksi
presiden saja atau sebuah transfer authority dari tangan presiden
Soekarno pada Letjen Soeharto.
- Versi A tercantum dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 3 halaman 77, dalam versi ini ketikan naskah lebih rapi dan tanda tangan presiden Soekarno tidak ada garis kecil di belakangnya, padahal hal itu merupakan ciri khas tanda tangan presiden Soekarno.
- Versi B juga tercantum dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka jilid 3 halaman 90. Dalam versi ini ketikan naskah tampak tidak rapi, namun tanda tangan presiden Soekarno sesuai aslinya.
- Versi ketiga adalah yang disampaikan oleh Jendral M. Yusuf (penerima naskah Supersemar) menurutnya naskah Supersemar terdiri dari 2 lembar.
Keberadaan 3 versi naskah ini
mendatangakan serangkaian pertanyaan, mengapa terjadi seperti itu dan apa
alasan harus ada naskah yang dipalsukan. Apalagi pihak-pihak yang pro Soeharto
sebagian besar enggan menanggapinya, bahkan Soedharmono (mantan wapres)
mengatakan bahwa peringkasan naskah Supersemar bertujuan untuk efisiensi
(berarti tanda tangan presiden Soekarno tidak asli).
Polemik seputar naskah Supersemar
jika ditelusuri secara lebih mendalam justru bukan pada berapa lembar jumlah
naskahnya, namun adakah bagian-bagian yang sengaja dihilangkan untuk
kepentingan tertentu. Namun yang jelas dengan Supersemmar ini Letjen Soeharto
mampu mengambil hati rakyat melalui serangkaian langkah politiknya antara
lain:
- pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
- penangkapan 15 menteri Kabinet Dwikora yang terindikasi terlibat dengan PKI, temasuk di dalamnya Soebandrio (Waperdam 1) an Chairul Saleh (Waperdam III sekaligus ketua MPRS)
Dari kaca mata berbeda, langkah
Letjen Soeharto dinilai sebagai langkah yang kebablasen artinya diluar
batas kewenangannya. Karena secara jelas langkah ini menggerogoti kebijakan
presiden Soekarno sekaligus mendemisonerkan kabinet Dwikora. Namun mau apa lagi
jika rakyat dan mahasiswa menyambut dengan gembira langkah tersebut. Di sisi
lain, posisi presiden Soekarno semakin terpojok di mata mahasiswa dan rakyat.
Sehingga secara tidak langsung sebagian kalangan menganggap Supersemar sebagai proses
transfer authority (pemindahan wewenang eksekutif terbatas), atau dengan
kata lain bentuk kudeta secara halus.
Dalam salah satu biografinya
Soeharto pernah menyinggung tentang Supersemar secara sedikit terperinci. Dalam
penjelasannya terdapat 2 pasal dalam Supersemar yang juga harus dilakukan
yaitu:
- harus mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan panglima-panglima angkatan lain dengan sebaik-baiknya
- melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan tugas dan tanggung jawab itu
Namun tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh Letjen Soeharto justru bertentangan dengan itu, antara lain:
- tidak berkoordinasi dengan panglima-panglima angkatan lain dalam membuat surat keputusan pembubaran PKI
- tidak melaporkan pada presiden Soekarno mengenai langkah-langkah politik yang diambilnya
- menahan dan menjebloskan semua pejabat negara yang loyal pada presiden Soekarno ke dalam penjara
Jika hal ini yang terjadi maka bukan
hal yang salah jika sebagian kalangan menilai Letjen Soeharto menyalahgunakan
Supersemar untuk kepentingan politiknya. Dan rasa penasaran tentang naskah asli
Supersemarpunh makin berkembang luas. Tanda tanya besarpun muncul dengan adanya
satu informasi yang mengatakan pada halaman dua terdapat sebuah kalimat yang
berbunyi "setelah keadaan terkendali Supersemar kembali kepada presiden
Soekarno." Hal ini pernah ditanyakan pada Soebandrio, dan Soebandrio
mengiyakan kandungan kalimat tersebut.
Dari serangkaian fakta tersebut maka
muncul anggapan bahwa Letjen Soeharto dan kawan-kawannya adalah dalang di
belakang keluarnya Supersemar. Tuduhan ini didasarkan pada beberap langkah
Letjen Soeharto pada saat itu, yaitu:
- langkah pembubaran PKI
- membersihkan kabinet dari unsur-unsur Soekarno
- meningkatkan status Supersemar sebagai Ketetapan MPRS sehingga mempunyai kekuatan hukum yang kuat
- menempatkan Jendral AH Nasution sebagai Ketua MPRS menggusur kedudukan Wilujo Puspojudo yang merupakan pendukung setia presiden Soekarno
Fakta-fakta inilah yang terungkap
dalam buku termasuk didalamnya wawancara dari tokoh-tokoh yang terlibat langsung
dalam peristiwa keluarnya Supersemar baik secara aktif atau hanya sebagai saksi
mata. Sehingga kebenaran akan Supersemar hanya dapat terungkap jika telah
muncul kesadaran dari pihak-pihak tertentu untuk meluruskan sejarah bangsa ini.
Kita tunggu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar